HARIANMERDEKA. ID|Koperasi di Indonesia secara kuantitas adalah yang terbanyak di dunia. Tapi jumlah ini tidak menunjukkan angka signifikan dalam kontribusinya di sektor ekonomi. Soko guru ekonomi itu hanya slogan, bukan tindakan.
Setidaknya ini dapat dilhat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto yang dalam hitungan kami tidak lebih dari 2 persen dari ekonomi nasional. Mengenaskan lagi, sektor bisnisnya 90 persen didominasi usaha simpan pinjam.
Dari 212.344 pada tahun 2014, koperasi yang diklaim telah dibubarkan sebanyak 82 ribu hingga saat ini tidak jelas. Sebab tidak riil dibubarkan dengan kongkrit dengan dimasukkan di lembar berita acara negara sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 1992.
Agenda reformasi koperasi yang salah satunya adalah pembubaran koperasi papan nama dan koperasi abal-abal yang seringkali digunakan untuk menipu koperasi juga tidak kunjung dilakukan penertiban.
Ketidakseriusan dalam penanganan masalah ini juga ternyata terlihat di periodesasi kedua Pemerintah ini.Kementerian Koperasi dan UKM belum fokus lakukan perbaikan kerusakan koperasi ini.
Mustinya pembubaran koperasi yang kongkrit dengan diumumkan di lembar berita acara negara segera dilakukan. Dari 212.334 koperasi itu, perhitungan kami 70 persennya atau sekitar 150 an ribu itu tinggal papan nama, dan sisanya 23 persen itu rentenir berbaju koperasi. Hanya sekitar 7 persen saja atau 15 ribuan koperasi yang benar berjalan. Inipun harusnya diberikan insentif agar bisa lakukan konsolidasi untuk memperkuat jaringan mereka.
Kementerian Koperasi dan UKM iti menurut UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian masih memegang otoritas tunggal dan imperatif punya otoritas untuk membubarkan koperasi-koperasi abal abal dan papan nama. Mustinya 150 ribuan koperasi papan nama itu segera dibubarkan.
Saya melihat, ada penolakan dari pejabat-pejabat di Kemenkop dan UKM untuk membubarkan secara riil koperasi-koperasi tersebut. Ini bisa dimaklumi karena mereka terkait dengan proyek lahirnya koperasi koperasi abal abal tersebut di masa lalu. Mereka itu mungkin takut terbongkar rahasianya di masa lalu. Menurut saya pejabat yang menolak pembubaran koperasi seperti itu mustinya dipecat saja.
Munculah kasus-kasus koperasi abal abal dan penipuan berkedok koperasi adalah fenomena gunung es yang setiap saat bisa saja muncul terus yang akhirnya merusak citra koperasi di Indonesia.
Kita mustinya segera bergegas dan berbenah dan jangan hanya diam saja. Koperasi kita itu dibandingkan dengan negara tetangga kita saja sudah kalah jauh. Sebut saja Singapura, Thailand, Malasya, Philipina. Koperasi di negara tetangga kita telah tunjukkan kinerja riil jawab kebutuhan sehari hari masyarakat.
Mereka masih ikut menyumbang 300 koperasi besar dunia yang baru saja dirilis oleh International Cooperative Alliance ( ICA) dalam proyek ICAGlobal300. Sementara kita, tak satupun koperasi kita yang masuk dalam daftar tersebut.
Tahun ini Kemenkop dan UKM belum anggarkan pembubaran koperasi papan nama. Kemudian rentenir berkedok koperasi itu masih terus berkeliaran.
Masyarakat tidak akan pernah teredukasi kalau pemerintah terus biarkan dan bahkan malah terkesan pelihara rentenir-rentenir baju koperasi itu. Justru sebaliknya, menjadi semakin mudah tertipu oleh koperasi abal abal tersebut. Pemerintah harusnya hadir menjaga kepentingan publik ini.
Kalau semak belukar dan sampah koperasi seperti ini tidak bisa diselesaikan segera, maka pengembangan koperasi akan sulit dilakukan. Ini tugas pokok pemerintah.
Setelah bersih dan masyarakat tahu mana koperasi yang benar nanti masyarakat akan dengan sendirinya kembangkan koperasi karena manfaatnya, bukan karena distimulasi oleh program pemerintah yang biasanya berujung gagal lagi karena orientasinya yang serba proyek.
Jakarta, 24 Februari 2020
Suroto
Ketua AKSES
( Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis)
Loading...
0 Komentar