Dokter Pribadi Panglima TNI Hadi Tjahjanto Buka Suara, Ini Bukan Vaksin - HARIANMERDEKA

Dokter Pribadi Panglima TNI Hadi Tjahjanto Buka Suara, Ini Bukan Vaksin

Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto. /ANTARA


HARIANMERDEKA.ID, Jakarta- Dokter pribadi Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahtjanto, Mukti Arja Berlian, membantah telah mendapatkan vaksin Covid-19 dosis ketiga atau booster. kata dia,  Panglima TNI Hadi Tjahjanto menggunakan Scretome Stem Cell Mesenkimal (MSC) atau Stem Cell Tali Pusat Manusia atau Sel Punca.Santu, (27/08) 


Dijelaskan, sel punca tersebut berguna untuk pertahanan tubuh dan meningkatkan kemampuan atau booster dosis kedua Vaksin Sinovac yang sebelumnya telah diberikan kepada Panglima TNI pada Januari lalu


Kata dia, Sel panca tersebut berfungsi untuk melepas baerbagai molekul radang, molekul imunomodulator, dan molekul regenerasi.


"ini bukan vaksin, melainkan ini booster yang fungsinya adalah untuk pertahanan tubuh " kata Berlin Kamis, 26 Agustus 2021 lalu.


Lebih lanjut, kata dia, Molekul anti inflasi atau radang tersebut, selain memiliki peran dalam meredakan inflamasi atau badai sitokin yang sering terjadi akibat infeksi termasuk badai sitokin akibat infeksi Covid -19.


Menurut dokter pribadi Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahtjono itu, mengatakan pemberian sel punca itu akan lebih baik dan menjaga atau memperkuat vaksin Sinovac di dalam tubuh sehingga tidak mudah terpapar Covid-19.


Sementara itu dalam menanggapi hal tersebut, Amnesty Internasional Indonesia menilai pemberian vaksin ketiga atau booster vaksin kepada pejabat mencerminkan ketidakpedulian terhadap publik


Sementara itu, Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena mengatakan dengan persediaan vaksin yang terbatas, pemerintah seharusnya memprioritaskan tenaga medis dan kelompok masyarakat paling rentan terpapar termasuk lansia, masyarakat miskin dan penyandang difabel.


Menyoroti hal tersebut, Wira Adiwena melalui keterangan resminya mengatakan , bahwa vaksin booster bukan hanya diberikan kepada pihak yang sedang berkuasa.


Ia berharap, program dilaksanakan dengan mempertimbangkan hak asasi manusia. Apalagi, berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada 25 Agustus, baru 33.39 persen dari tenaga kesehatan yang telah menerima vaksin booster.


Diketahui, saat ini baru 16.93 persen lansia dan 5.72 persen dari masyarakat rentan dan umum yang telah menerima vaksin kedua.


Ia menilai, pemberian vaksin ketiga kepada pejabat dalam situasi seperti ini tidak bisa dibenarkan, hal tersebut mencerminkan ketidakpeduian pihak yang berkuasa atas kebutuhan publik.


Ia  mendesak agar pemerintah memastikan vaksinasi tidak diberikan berdasarkan jabatan tertentu atau kekuasaan semata.***

0 Komentar

Posting Komentar
DMCA.com Protection Status Seedbacklink Banner BlogPartner Backlink.co.id Yusfi Wawan Sepriyadi is an Intellifluence Trusted Blogger