Negara Harus Berdiri Atas Nama Semua Agama dan Golongan

 




HARIANMERDEKA. ID-Wacana menjadikan negara Indonesia untuk menegakkan syariah Islam dipenjuru indonesiasemakin menguat, terutama dari kelompok organisasi yang mempunyai landasan Islam sebagai ideologynya. Konsep negara-bangsa yang ada saat ini dianggap sebagai salah satu ancaman besar bagi eksistensi nilai-nilai ajaran Islam tidak saja di Indonesia bahkan di dunia sekalipun.maka tidak heran ada beberapa kelompok umat Islam memperjuangkan terwujudnya negara khilafah, yang mana mereka anggap sebagai salah satu solusi menegakkan hukum Islam ditanah air Indonesia saat ini.


Dari pernyataan Komisioner Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIB), Prof. Mahfud MD. Yang mengatakan bahwa Indonesia bukanlah negara agama dan juga bukan negara sekuler, tetapi religious nation state atau negara kebangsaan yang berketuhanan. Dipertegas dari pemberitaan Detiknews tertanggal 13/8/2019 bahwa Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tidak setuju dengan istilah NKRI Syariah. BPIP menegaskan Indonesia bukan negara agama, melainkan negara dengan ideologi Pancasila.


Banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia tentu mendatangkan konflik antar agama yang sering kali tidak terelakkan. Hal itu disebabkan kepemimpinan politik Nasional yang memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan, Lahirnya gerakan pendirian negara agama tidak lepas dari masalah yang dianggap belum selesainya pemahaman yang komprehensif mengenai pembangunan hubungan antara agama dan negara yang ideal.


Gerakan formalisasi agama dalam kehidupan kenegaraan selalu muncul pada setiap waktu dan kesempatan. Oleh sebab itu, kajian mengenai solusi hubungan antara agama dan negara yang ideal memiliki makna sekaligus merupakan hal terpenting dalam kehidupan negara di Indonesia. Sebab jika tidak,  maka persoalan timbulnya aksi penolakan atas kehadiran negara sebagai tentu akan ditolak pada wilayah-wilayah yang menjadi basis kelompok pergerakan itu.


Menanggapi pernyataan pak Moeldoko dalam persoalan Dikotomi atau pembagian istilah mayoritas dan minoritas yang kerap digunakan banyak pihak untuk menyikapi berbagai masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Seharusnya, sebagai bangsa yang tidak mengenal sistem kasta dan menjunjung tinggi Pancasila yang berdasarkan kebhinekaan tetapi tetap satu, istilah mayoritas-minoritas tidak perlu digunakan.


Sebutan minoritas hanya membuat sekelompok masyarakat terseret akan  sifat ke-akuan yang seharusnya sama rata dan memiliki kesetaraan baik secara sosial maupun perlakuan hukum. Walau ada sebagain umat Islam yang menginginkan berdirinya negara dengan system khilafah, namun pada kenyataan lain masih lebih banyak umat islam yang menginginkan negara seperti saat ini, dengan segenap ideology Pancasila dan hidup dalam kebhinekaan sebagaimana yang menjadi kenyataan saat ini.


Oleh karenanya, kehadiran negara harus tetap berada pada posisi mayoritas diatas mayoritas, artinya sifat absolut dari lebih banyaknya komponen yang mendukung keberadaan Islam Nusantara dan keberadaan agama lain yang turut didalamnya seharusnya menjadi alasan bagi penegakan hukum yang tegas bagi pemberantasan Intoleransi dan Radikalisme yang mengatasnamakan apapun walau menyeret agama yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia sekalipun.


Walau sebatas wilayah DKI Jakarta, Kita sepatutnya mendukung upaya Pangdam jaya dan Polda Metro jaya, dalam hal penegakan dan penindakan bagi siapapun yang mengganggu ketertiban umum dan menyuarakan hasutan dan ujaran kebencian ditengah masyarakat Jakarta.



Penulis : Andi Salim


0 Komentar

Posting Komentar
HarianMerdeka Network mendukung program manajemen reputasi melalui publikasi press release untuk institusi, organisasi dan merek/brand produk. Manajemen reputasi juga penting bagi kalangan birokrat, politisi, pengusaha, selebriti dan tokoh publik.Kirim lewat WA Center: 085951756703
DMCA.com Protection Status