Perlindungan Hak Pilih Pada Pemilu 2024 di Jawa Timur - HARIANMERDEKA

Perlindungan Hak Pilih Pada Pemilu 2024 di Jawa Timur

 

Penulis : A. Warits, S. Sos. Ketua KPU Sumenep, Provinsi Jawa Timur



 

HARIANMERDEKA.ID-Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi jumlah pemilih terbanyak nasional setelah Provinsi Jawa Barat. Hal ini tampak dari hasil Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) Semester 1 tahun 2022, dimana daftar pemilih di Indonesia telah mencapai 190.022.169 pemilih, jumlah pemilih di Provinsi Jawa Timur sendiri mencapai 30.710.067 pemilih. Jumlah ini jika diprosentase mencapai 16,21% pemilih nasional.

 

Mencermati potensi jumlah pemilihtersebut, tidak heran jika perlindungan terhadap hak pilih di Jawa Timur diprediksi akan kompleks. Mengingat jumlah penduduk Jawa Timur mencapai 40.994.518 jiwa sesuai data yang termuat dalam Keputusan KPU RI Nomor 194 tahun 2022 tentang penetapan jumlah Kabupaten/Kota dan kecamatan serta Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di setiap Provinsi sebagai pemenuhan persyaratan kepengurusan dan keanggotaan Partai Politik. Di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, persoalan data pemilih memang tidak bisa dianggap remeh. Hal tersebut dapat dilihat dari penelitian yang dilaksanakan oleh Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi). Dalam penelitiannya terdapat beberapa gangguan hak pilih yang harus diwaspadai hingga termasuk dalam kerawanan yang harus diprioritaskan.

 

Peneliti Perludem, Maharddhika dan Nurul Amalia Salabi menjelaskan dalam buku “Gangguan Terhadap Hak Memilih, Fenomena dan Upaya Penanggulangan”, terdapat beberapa gangguan yang patut diwaspadai sebagai bagian dari kerawanan pelanggaran. Adapun isu-isu hak pilih seperti diskriminasi regulasi, intimidasi terhadap pemilih, penyebaran disinformasi, sabotase jalur komunikasi dan pengusikan hak pilih sangat rawan terjadi di Indonesia, termasuk diantaranya Provinsi Jawa Timur yang memiliki jumlah pemilih laki-laki sebesar 15.112.254 pemilih dan .jumlah pemilih perempuan sebesar 15.597.813 pemilih.

 

Dalam hal ini, potensi terhadap hilangnya hak pilih masyarakat harus diantisipasi melalui beberapa program pasca penelitian lanjutan sampai dengan langkah tindak lanjut dalam penyusunan kebijakan dan regulasi. Dalam regulasi Undang-Undang 7 Tahun 2017, dapat dinyatakan bahwa menghilangkan hak pilih termasuk ranah pidana khusus pemilu (Lex Specialist Regulation).

 

Kolaborasi adalah Kunci

Dari sekian persoalan yang telah dihimpun oleh Perludem, penting kiranya penyelenggaran pemilu baik KPU, Bawaslu dan DKPP harus memprioritaskan kolaborasi pelaksana teknis pemilu, hingga pencegahan pelanggaran yang termasuk ranah kebijakan Bawaslu sebagai penyelenggara pengawas pemilu. Selain itu, haruslah terdapat regulasi khusus yang mengatur tentang perlindungan hak pilih.

 

KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu diharapkan mampu menekan jumlah angka golput. Adanya langkah yang diinisiasi melalui pemutakhiran data pemilih berkelanjutan yang termaktub dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2021 menjadi sebuah langkah maju memastikan setiap warga negara yang memiliki hak mendapatkan haknya dalam Pemilu ataupun Pemilihan sejak jauh hari. Jika merujuk pada peraturan KPU tersebut, terdapat 12 elemen yang terdiri dari NIK, Nomor Kartun Keluarga, Nama Lengkap, Tempat Lahir, Tanggal Lahir, Jenis Kelamin, Status Perkawinan, Alamat, Rukun Tetangga, Rukun Warga, keterangan Disabilitas hingga nomor TPS. Elemen data tersebut haruslah lengkap baik dalam teknis maupun dalam pengawasan. Sehingga kolaborasi KPU dan Bawaslu menjadi kunci akan perlindungan hak pilih.

 

Dalam antisipasi gangguan hak pilih, kolaborasi antar pemangku kepentingan juga menjadi kunci akan validitas Daftar Pemilih. Harus ada beberapa elemen yang duduk Bersama secara vertikal seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu hingga Kepolisian Republik Indonesia untuk mencegah terjadinya gangguan hak pilih. Kolaborasi antar stakeholder ini dapat membantu mengurai persoalan gangguan hak pilih seperti yang diungkapkan penelitian Perludem tersebut.

 

Misalnya saja terdapat indikasi diskriminasi, masyarakat dapat berkonsultasi dengan KPU atau langsung melaporkannya ke Bawaslu. Begitu pun juga terkait dengan intimidasi pemilih dan pengusikan hak pilih, maka yang harus dilakukan masyarakat adalah melaporkan kepada Bawaslu, melalui sentra Gakkumdu. Penyelenggara pemilu harus intens bersama Kemenkominfo untuk menanggulangi penyebaran disinformasi hingga sabotase jalur komunikasi. Penegakan hukum juga harus diterapkan apabila ditemukan kejahatan yang berkaitan kesengajaan memberikan informasi yang menyesatkan sehingga mengganggu proses penyelenggaraan Pemilu.

 

Perlindungan Hak Pilih

Hak pilih pemilih dalam Pemilu menjadi salah satu elemen penting bagi peningkatan kualitas demokrasi. Selain itu, keabsahan yang menyangkut dengan legitimasi sebuah perhelatan Pemilu juga menjadi poin penting dalam perlindungan Hak Pilih dari gangguan Hak Pilih. Satu suara saja terabaikan, maka legitimasi pemilu di TPS bisa dipertanyakan.

 

Di Jawa Timur, terdapat beberapa kota/kabupaten yang memiliki kerawanan terhadap gangguan hak pilih. Misalnya saja Kabupaten Sumenep yang memiliki beberapa daerah kepulauan yang memiliki akses komunikasi terbatas dan rawan sabotase. Proses Pemutakhiran Data Pemilih di Kabupaten Sumenep sangat bergantung dengan akses komunikasi dan tentunya kewajiban para penyelenggara pemilu untuk berpegang teguh pada integritas dan profesionalitas yang telah diucapkan dalam sumpah jabatan.

 

Di Kabupaten Sumenep terdapat 822.320 pemilih terdaftar di Pemilihan Bupati Sumenep 2020, dan kini melalui proses Pemutakhiran data pemilih semester 1 tahun 2022 terdapat 813.482 pemilih yang dimutakhirkan secara menyeluruh di 21 Kecamatan yang tersebar tidak hanya di Pulau Madura, namun juga 48 Pulau berpenghuni dari total 126 Pulau di Kabupaten Sumenep.

 

Komitmen penyelenggara untuk serius melindungi hak pilih merupakan sebuah langkah yang baik bagi perkembangan demokrasi di Indonesia, khususnya di Jawa Timur jelang pemilu 2024. Tanpa komitmen yang tinggi, hak pilih pemilih terancam kevalidannya, dan secara otomatis, legitimasi dalam pemilu juga terancam keberadaannya. Di Jawa Timur, terdapat 38 Kabupaten/Kota yang juga menanti bagaimana komitmen untuk melindungi hak pilih pemilih dari ancaman gangguan hak pilih yang bisa datang setiap saat.

 

*) Penulis merupakan Ketua KPU Sumenep, Provinsi Jawa Timur.

0 Komentar

Posting Komentar
DMCA.com Protection Status Seedbacklink Banner BlogPartner Backlink.co.id Yusfi Wawan Sepriyadi is an Intellifluence Trusted Blogger