Penulis : Drs. Sakhroji, M. Pd*)
HARIANMERDEKA. ID-Sebagai warga negara yang baik, setiap tahun penulis selalu mengikuti jalannya upacara bendera di Istana Merdeka walaupun hanya melalui siaran langsung dari televisi.(maklum tidak dapat undangan karena bukan orang penting)
Seperti halnya tahun tahun sebelumnya, peringatan dan perayaan HUT ke 77 Republik Indonesia tahun ini yang jatuh bertepatan Rabu 17 Agustus 2022 pun tidak ketinggalan.
Penulis berusaha mengikuti jalannya upacara mulai dari persiapan, pelaksanaan sampai berakhirnya kegiatan.
Pada saat mengikuti tayangan televisi setiap gerak gambar yang ada penulis coba ikuti secara seksama. Ketika televisi menayangkan gambar di area tribun VIP , mata penulis tertuju pada tamu tamu undangan yang ada di tribun tersebut. Di sana mata penulis menjelajah menatap satu persatu tamu undangan yang hadir yang penulis kenal. Dari mulai mantan presiden sampai mantan wakil presiden.
Di sana tidak terlihat sosok presiden ke 6 Bapak Susilo Bambang Yudhoyono atau Pepo (panggilan keluarga). Tidak cukup sekali mata penulis tertuju ke tribun VIP, orang yang kucari berkali-kali ternyata tidak ada juga.
Akhirnya penulis menyimpulkan sendiri apa jangan-jangan Pepo tidak diundang, tapi rasanya tidak mungkin, karena di sana ada mantan presiden dan wakil presiden seperti Ibu Megawati Soekarnoputri, ada Pak Tri Sutrisno, ada Pak Yusuf Kalla dan tamu undangan yang lain.
Apa jangan jangan beliau sakit, atau .....timbul berbagai spekulasi dalam pikiran penulis. Akhirnya spekulasi spekulasi penulis tepis dan ya sudahlah penulis lanjutkan nonton acara upacara sampai selesai.
Ketika upacara selesai, dilanjutkan dengan suguhan nyanyian lagu-lagu nasional yang dilakukan oleh kelompok paduan suara.
Usai menyanyikan lagu-lagu nasional dilanjutkan dengan tampilnya penyanyi cilik Farel Prayoga membawakan lagu dangdut koplo yang berjudul “Ojo Dibandingke.” Sontak saja ketika lagu tersebut dinyanyikan mengundang pejabat tinggi negara ikut bergoyang, tak terkecuali presiden dan istrinya. Suasana pun yang tadinya tegang dan kaku berubah menjadi cair dan rileks.
Kembali pikiran penulis pada sosok presiden ke-6 Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (Pepo), andaikan beliau ada di sana mungkin ikut bergoyang pula, dan suasana dipastikan akan lebih seru dan heboh. Mungkin acara ini akan tercatat sebagai perayaan kemerdekaan Republik Indonesia yang sangat heboh dan meriah dalam sejarah Indonesia.
Seusai perhelatan peringatan dan perayaan tersebut, beberapa jam kemudian banyak bermunculan komentar, pujian dan decak kagum di medsos tentang Farel Prayoga, walaupun ada juga yang nyinyir.
Lagi lagi penulis berandai-andai, seandainya yang tampil nyanyi bukan Farel, tetapi Pepo, pasti suasananya akan lebih meriah, lebih seru dan lebih heboh. Mengapa?
Karena siapa yang tidak tahu dengan Pepo? Pepo tidak hanya sebagai presiden Pepo RI ke-6 Pepo juga pencipta dan pengarang lagu. Selama menjabat presiden Pepo berhasil menciptakan 40 lagu dan 5 album. Ini prestasi yang luar biasa dan membanggakan sehingga perlu diapresiasi.
Atas dasar itulah, penulis membayangkan alangkah lebih serunya jika yang menyanyi adalah Pepo.
Farel Prayoga saja anak kecil yang tidak dikenal sebelumnya oleh banyak orang bisa menghebohkan masyarakat Indonesia,. Apalagi kalau yang nyanyi Pepo pasti bukan hanya Indonesia yang heboh, tapi dunia juga ikut terguncang.
Masyarakat Indonesia sudah tahu bahwa Pepo sebagai mantan presiden ia juga pencipta lagu, Seandainya Pepo didaulat untuk menyanyikan lagu pasti ditunggu tunggu dan mendapat perhatian dari masyarakat. Masyarakat pasti penasaran ingin melihat kepiawaian Pepo bernyanyi sambil memetik dawai gitarnya. Pasti keren!
Hal yang mungkin, jika Pepo menyanyi akan mendapatkan aplous bertubi-tubi dari peserta upacara yang ada di istana dan masyarakat Indonesia yang menonton siaran tersebut. Hampir dipastikan seusai menyanyi Pepo banyak pejabat tinggi negara yang turun dan menyalami Pepo.
Tidak hanya pejabat tinggi negara saja, penulis yakin Presiden dan wakil presiden beserta mantan presiden dan wakil presiden pun akan turut serta menyalami. Bukan sekedar menyalami mereka pasti saling berpelukan dengan Pepo.
Alangkah indahnya jika hal ini terjadi. Ini merupakan pemandangan yang luar biasa, pemandangan yang mengharukan, bisa saja diantara mereka saling meneteskan air mata.
Siapa pun yang melihat momen ini pasti senang, bahagia dan terharu. Siapa yang tidak suka kalau pemimpin pemimpinnya saling berpelukan satu sama lainnya?
Kebersamaan diantara mereka pasti akan dimaknai bahwa diantara mereka hubungannya baik baik saja. Artinya mereka tidak punya masalah apa apa.
Masyarakat yang melihat pun merasa lega. Inilah yang sebenarnya ditunggu tunggu oleh masyarakat Indonesia melihat pemimpinnya akur saling berdamai satu sama lain. Untuk bisa seperti ini di permukaan jiwa besar dan lapang dan dari para pemimpin.
Jika hal ini terjadi maka rekonsiliasi nasional akan terbentuk dengan sendirinya. Mereka bisa membaur satu sama lain, tidak ada lagi jarak diantara mereka seperti yang selama ini kita lihat.
Dengan demikian suasana nasional akan mencair. Suhu politik nasional pun menjadi adem seperti harapan banyak orang. Tapi sayang, mimpi itu tidak terwujud sehubungan pada saat itu Pepo tidak hadir di istana.
Terakhir informasinya Pepo tidak hadir di istana karena Pepo tidak ada di tanah air, Pepo justru merayakan HUT ke 77 Republik Indonesia di Malaysia. Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) absen mengikuti upacara Bendera Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-77 di Istana Merdeka, Jakarta.
Diketahui, SBY mengikuti upacara HUT RI ke-77 di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur (KL), Malaysia pada Rabu (17/8/2022). KBRI menyatakan keberadaan SBY di Kuala Lumpur bertepatan dengan rangkaian acara memberikan kuliah umum atas undangan Universiti Kebangsaan Malaysia. dilansir dari Tribunnews.com 17/8/2022
Berbeda dengan Tribunnews.com, Detiknews, mewartakan selesai upacara dan ramah tamah, SBY dan rombongan olahraga bersama dengan Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM). Mereka bermain voli bersama Timnas Malaysia.
Terlepas menghadiri untuk memberikan kuliah umum atau untuk olahraga bersama atau nonton pertandingan volley di Malaysia, maka sikap Pepo yang demikian tidak menghargai undangan presiden. Bukan hanya itu menunjukkan sesuatu yang tidak patut dicontoh dan diikuti.
Bukankah seorang pemimpin harus berlapang dada dan berjiwa besar? Bukankah seorang pemimpin menjadi panutan bagi masyarakatnya? Mengapa Pepo lebih mengutamakan hadir ke undangan bangsa lain dari pada undangan bangsa sendiri?
Bukankah itu tak elok, coba bayangkan jika ada saudara kita hajatan kemudian kita tidak hadir, tapi justru malah datang ke hajatan orang lain. Apa kata orang?
Mari kita renungkan dalam dalam apapun dan bagaimana pun, Indonesia adalah rumah milik kita bersama. Oleh karena itu, kita harus jaga dan rawat bersama agar kita bisa tetap melihat rumah kita berdiri kuat dan kokoh sampai kapanpun.
______
*) Penulis sebagai pengamat sosial dan pendidikan, tinggal di Jakarta
0 Komentar