Diksi Pribumi Itu Merupakan Sinonim Kata Asli Indonesia - HARIANMERDEKA

Diksi Pribumi Itu Merupakan Sinonim Kata Asli Indonesia

 


HARIANMERDEKA. ID-Sebutan pribumi Nusantara atau pribumi Indonesia disebut juga sebagai Bumi putra Indonesia adalah istilah yang mengacu pada kelompok penduduk asli yang berasal dari wilayah kepulauan Indonesia. Sentimen kebencian atau rasialis ini awalnya akibat penindasan terhadap kelompok minoritas Tionghoa di Indonesia yang dianggap mengkhawatirkan banyak pihak.

Kelompok Tionghoa acapkali distigma licik, kaya dengan cara curang, dan sering dianggap membodohi pribumi. Benarkah faktanya demikian, tentu saja tidak. Sebab disinyalir ada pihak ke tiga yang sengaja meniupkan sentimen ini guna memecah belah bangsa untuk mengambil keuntungan dibalik perpecahan tersebut.


Diksi pribumi memang telah dihapuskan sejak penerapan inpres no 26 tahun 1998, penghentian penggunaan istilah pribumi dan non pribumi tersebut diterapkan dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan serta perencanaan program pemerintah atau pun dalam pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintah yang praktis dihentikan pula. 

Sejak itu, semua pejabat negara dan seluruh komponen warga bangsa, harus menghindari pemakaian istilah pribumi, apalagi hal itu pun terkait pada UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis. Tentu saja terdapat konsekuensi hukum bagi siapapun yang mencoba-coba menggunakan istilah ini dimuka publik.


Apalagi jika kita cermati dari dilakukannya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945, terutama Pasal 6 ayat 1 yang menghapuskan kata ASLI pada pencalonan presiden dan wakil presiden. 

Hal itu seakan-akan memberikan efek positif atas surutnya pribumi dari kontestasi politik kekuasaan yang semula ditujukan bagi antar suku yang semestinya milik mereka, sebab dapat saja yang tidak asli itu menduduki jabatan presiden dan menyingkirkan para pribumi dari tanah leluhurnya.

Sehingga proses berfikir semacam ini pun timbul untuk mencurigai apa dari maksud penghilangan sumber hukum yang semestinya mengukuhkan mereka yang berlabel pribumi tersebut.


Maka tidak heran, banyak yang mengusulkan agar dikembalikannya frasa 'orang Indonesia asli' ke dalam batang tubuh Pasal 6 UUD 1945 itu untuk dikembalikan sebagai persyaratan calon presiden dan wakil presiden, demi mengamankan hasil perjuangan rakyat indonesia yang telah bersusah payah merebut kemerdekaan bangsa ini, walau dalam perjuangan tersebut memang turut serta dari pihak non pribumi atau etnis lain didalamnya. 


Akan tetapi belakangan kondisi bangsa kita seakan tercabik-cabik dari naiknya atmosfer yang merendahkan, menistakan bahkan terlihat semakin menjadi kesewenang-wenangan dari mereka yang semula masuk sebagai katagori non pribumi itu yang justru seolah-olah menginjak-injak keberadaan pribumi yang  merupakan penduduk asli bangsa ini.


Penghargaan dan apresiasi perjuangan kemerdekaan dari mereka dari bangsa atau etnis lain itu semestinya dibatasi oleh hukum konstitusi nasional, artinya hukum kita boleh saja memberikan kesetaraan dalam bentuk apapun namun harus melarang bagi siapapun untuk menyudutkan, mendiskreditkan, menghina mereka yang berkedudukan sebagai keaslian bangsa indonesia.


Sehingga, perlakuan dan apresiasi itu malah tergadaikan dan menciptakan nuansa yang berbeda, bahwa kemerdekaan ini justru diperuntukkan secara bebas dari cengkraman bangsa lain akibat terbukanya celah konstitusi untuk mendudukinya hingga kejenjang yang tertinggi dan menyurutkan pribumi yang secara legitimasi merupakan garis atau milik dari keturunan nenek moyangnya.


Penghinaan dari mereka yang menyebut dirinya sebagai majikan untuk ditujukan kepada pihak yang sesungguhnya berlabel pribumi itu harus dihindari dan menjadi perhatian bangsa ini, bahwa kejadian semacam ini menampakkan bahwa telah terjadi kesewenang-wenangan yang menginjak-injak bangsa indonesia yang notabenenya sengaja ditujukan kepada mereka yang di istilahkan sebagai pribumi tersebut. 


Jika sudah demikian, para tokoh daerah dan sumber-sumber keaslian adat budaya nasional yang berada disetiap wilayah indonesia tentu akan marah dan tidak mungkin dibungkam selama para penghina yang merendahkan dan melecehkan terhadap pemilik asli negri indonesia ini dibiarkan melontarkan pernyataannya secara sembarangan. Tentu saja ini menjadi pembelajaran bagi kita semua, bahwa para non pribumi itu harus memahami dan ikut menjaga kerukunan bangsa.


Seruan persaudaraan seiman dan sekeyakinan tidak berarti menistakan persaudaraan sebangsa dan setanah air, sebab nasionalisme adalah kunci dari sikap persatuan dan kesatuan bangsa ini. Kecenderungan pada pijakan yang salah akan menyebabkan runtuhnya sendi-sendi berbangsa ditengah masyarakat kita. 


Walau dari setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan berhak atas perlindungan terhadap setiap bentuk diskriminasi ras dan etnis. Akan tetapi konteks berbangsa itu harus dinyatakan dalam bentuk penghormatan dan penghargaan yang tulus. 

Adanya diskriminasi ras dan etnis apalagi pembelahan terhadap keyakinan dalam kehidupan bermasyarakat merupakan hambatan bagi hubungan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, perdamaian, keserasian, keamanan, yang meliputi seluruh aspek kehidupan di antara warga negara.


Kerukunan dan saling berpijak atas landasan tersebut pada dasarnya akan membangun dan menjaga sikap hidup yang berdampingan antara satu dengan lainnya. Kondisi masyarakat Indonesia, yang berdimensi majemuk dalam berbagai aspek sendi kehidupan, seperti budaya, agama, ras dan etnis, berpotensi menimbulkan konflik.  Untuk menjamin tidak terjadinya konflik dan diskriminasi maka Pemerintah Indonesia membentuk sebuah Undang undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Pemberhentian penggunaan istilah pribumi dan Non pribumi perlu ditinjau kembali dan disesuaikan pada seluruh peraturan perundang-undangan atau kebijakan, apakah hal itu masih sesuai dan tidak menyurutkan mereka yang semula disebut pribumi.


Sebab entah kenapa, jika awalnya hilangnya diksi pribumi ini dimaksudkan untuk melebur agar masyarakat yang berasal dari etnis Tionghoa agar meleburkan diri serta bersosialisasi sepenuhnya terhadap masyarakat asli Indonesia, namun sebutan Pribumi itu seolah-olah menjadi melekat pada keturunan yang berasal dari negeri timur tengah yang sebenarnya mereka bukan masyarakat asli bangsa Indonesia. 


Namun oleh karena banyaknya penganut yang seiman dan seagama dari mayoritas bangsa Indonesia, hal itu dibiarkan begitu saja, padahal etnis-etnis lain pun banyak yang memahami kedudukan mereka terhadap perjuangan kemerdekaan bangsa ini. Artinya, penghilangan kata Asli pada undang-undang dasar negara kita, justru tidak menciptakan iklim bertoleransi yang sehat bahkan menjadi sarat akan kepentingan politik dengan mengatasnamakan agama sebagai tunggangan politiknya.


Penulis : Andi Salim



0 Komentar

Posting Komentar
DMCA.com Protection Status Seedbacklink Banner BlogPartner Backlink.co.id Yusfi Wawan Sepriyadi is an Intellifluence Trusted Blogger