![]() |
Penulis, Trio Pahlevi, S.E (Sekretaris DPC Persatuan Alumni GMNI Brebes) |
HARIANMERDEKA.ID-Dilansir dari laman Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), kemiskinan ekstrem merupakan kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi (21 Feb 2023). Sebanyak 17,43 persen atau sekira 314.500 warga Kabupaten Brebes, Jawa Tengah dari total 1,9 Juta jiwa masuk kategori masyarakat miskin. Dari jumlah warga miskin tersebut, 197.520 jiwa masuk kategori miskin ekstrem.
Predikat miskin ekstrem yang masih melanda Kabupaten Brebes tentunya akan menjadi tantangan tersendiri dalam dunia Pengawasan Pemilu Serentak 2024, bukan bermaksud menghubungkan antara kemiskinan dan Pemilu 2024, namun penulis mencoba untuk menyampaikan adanya potensi kerawanan terjadinya pelanggaran politik uang (Money Politic) yang dilakukan oleh peserta pemilu, berdasarkan rilis hasil survei yang telah dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Pilkada 2020, dalam catatan LSI terdapat 21,9% responden di wilayah pilkada 2020 yang pernah satu atau dua kali ditawari uang atau barang untuk memilih calon gubernur tertentu. Lalu, 4,7% responden mengaku beberapa kali ditawari uang atau barang untuk memilih calon gubernur tertentu.
Dan sebanyak 22,7% responden di wilayah Pilkada 2020 mengaku pernah ditawari uang atau barang untuk memilih calon bupati walikota tertentu. Ada 5,7% responden mengaku beberapa kali ditawari uang atau barang untuk memilih calon bupati atau walikota tertentu.
Sedangkan Hasil survei Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) menyatakan masyarakat di Sumatera, Jawa dan Kalimantan mau menerima uang dari pasangan calon Kepala Daerah ketika Pemilihan kepala Daerah (Pilkada), masih berdasarkan hasil survei masyarakat di Sumatera yang mau menerima politik uang sebesar 62,95%. Sementara masyarakat di Jawa mau menerima politik uang sebesar 60% dan di Kalimantan masyarakat yang mau menerima politik uang sebanyak 64,77%.
Walaupun pemaparan data rilis survei masih dalam kontek Pilkada dan Pilgub, namun hal ini masih tetap dalam ukuran demokrasi pemilihan secara langsung. Dan sepertinya beberapa hari lagi Pemilu Serentak 2024 akan diselenggarakan di Indonesia, masing masing penyelenggara pemilu baik KPU dan Bawaslu dari mulai tingkat nasional, Provinsi, Kab maupun Kota sampai ketingkat kecamatan dan Desa sedang sibuk mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mensukseskan gelaran Pemilu yang akan diselenggarakan secara serentak pada tahun 2024 nanti, dan tak terkecuali di Kabupaten Brebes yang juga telah selesai melakukan perekrutan petugas penyelenggara Pemilu baik KPUD Maupun Bawaslu Kabupaten, sampai ditingkat PPK, PPS, Pantarlih pada KPUD dan Panwascam, PDK pada Bawaslu Kabupaten Brebes. Tentu bukan pekerjaan yang sangat mudah untuk mensukseskan gelaran Pemilu serentak 2023.
Karena perlu dipahami secara bersama bahwa Pemilu 2024, adalah mekanisme demokrasi yang dapat membawa perubahan Bangsa dan Negara ke arah yang lebih baik, maka mewujudkan Pemilu yang berkualitas dan berintegritas merupakan keharusan dalam menjaga marwah demokrasi pemilihan langsung yang ada di negara kita, sebagai simbol kekuatan rakyat yang sesungguhnya untuk memilih wakilnya secara langsung, Tentunya hal ini akan menjadi tantangan besar para stake holder baik penyelenggara pemilu maupun masyarakat sebagai pemilih, Parameter pemilu yang demokratis ditandai dengan adanya Integritas proses penyelenggaraan pemilu dan integritas hasil pemilu (Suswantoro, 2016) .
Pemilu yang berkualitas dapat diartikan sebagai pesta demokrasi yang berjalan dengan jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia. Dalam sambutan Presiden Joko Widodo saat Konsolidasi Nasional Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, peran sentral untuk mewujudkan pemilu yang berkualitas ada pada pengawasan pemilu, yaitu Bawaslu. Kerja keras Bawaslu dalam menjalankan proses pengawasan setiap tahapan pemilu 2024 adalah sarana agar tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu kembali meningkat dan akan menjadi legitimasi yang kuat, mengingat indek integritas pemilu di Indonesia masih rendah (Rakhmah, 2020).
Tantangan pengawasan kepada petugas penyelenggara pemilu menjadi peran sentral ditengah kondisi masyarakat di Kabupaten Brebes yang masih dibawah garis kemiskinan ekstrem, perlunya melakukan pemetaan awal dalam melakukan kerja-kerja pengawasan menjadi tolak ukur keberhasilan dalam rangka mengindentifikasi awal masalah-masalah pelanggaran pemilu yang kemungkinan akan terjadi dilakukan oleh peserta pemilu. Dan yang paling potensial terjadi ditengah kondisi masyarakat yang serba kekurangan (Baca : Miskin Ekstrem) adalah membeli suara atau diistilahkan dengan money politik, menurut juliansyah (2007), politik uang adalah suatu upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan serta tindakan membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara pemilih (Voters).
Pada undang-undang pemilu maupun undang-undang pilkada tidak dijelaskan secara khusus tentang apa pengertian politik uang, namun hal ini diatur dalam pasal yang memuat norma ketentuan larangan dan sanksi yang berkaitan dengan peristiwa politik uang tersebut, yang mana politik uang dikategorikan sebagai pelanggaran pidana.
Dalam isi UU Pemilu No. 7 Tahun 2017 pada pasal 515 menyatakan “ Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainya kepada .pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak 36 jt “.
Masih menurut Aspinall dan Sukmajati (2015), jenis jenis politik uang dalam pemilihan umum yang terjadi di indonesia diantaranya :
Pembelian suara (Vote buying). Yaitu distribusi pembayaran uang tunai atau barang dari kandidat kepada pemilih secra sistematis beberapa hari menjelang pemilu yang disertai dengan harapan yang implisit bahwa penerima akan membalasnya dengan memberikan suaranya bagi si pemberi.
Pemberian-pemberin pribadi (individual Gift). Untuk mendukung upaya pembelian suara yang lebih sistematis para kandidat seringkali memberikan berbagai bentuk pemberian pribadi kepada pemilih, biasanya mereka melakukan praktik ini ketika bertemu dengan pemilih, baik ketika melakukan kunjungan rumah-rumah atau pada saat kampanye. Pemberian seperti ini sering kali dibahasakan sebagai perekt hubungan sosial (sosial lubricant). Dengan memberikannya sebagai anggapan kenang-kenangan.
Referensi :
1.Laman Resmi Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) tahun 2023,
2.Rilis Survei LSI dan Sindikasi Pemilu Demokrasi tahun 2020, Aspinal dan Sukmajati tahun 2015, Fenomena Politik uang Agus Riyanto, SP.SH Kordiv Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kab Semarang tahun 2021.
0 Komentar