Ditengah Kontestasi Politik 2024,Kader Muhammadiyah Diharapkan Tidak Anti Politik - HARIANMERDEKA

Ditengah Kontestasi Politik 2024,Kader Muhammadiyah Diharapkan Tidak Anti Politik



HARIANMERDEKA.ID, Jakarta- Dalam menghadapi tahun Politik 2024, Forum Dekan FISIP PTMA Universitas Muhammadiyah Jakarta gelar Seminar Nasional bertajuk Muhammadiyah di Tengah Kontestasi Politik 2024, acara tersebut di gelar di Auditorium Kasman Singodimedjo UMJ Rabu (21/06).

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ridho Al-Hamdi berharap kader Muhammadiyah tidak anti dan alergi terhadap politik. 

Berdasarkan penelitian yang dibatasi hingga tahun 2020, kata Ridho, hubungan Muhammadiyah dengan politik yang dibagi ke dalam dua fase. 

Lebih lanjut, Fase pertama terjadi sekitar 1912 hingga 1971. Pada fase ini, kader Muhammadiyah sadar akan pentingnya Muhammadiyah bergabung dengan sebuah partai politik. Tidak ada aturan resmi yang menyatakan larangan bagi kader Muhammadiyah bergabung dalam partai politik. Pada masa itu kader Muhammadiyah membentuk partai politik, misalnya PII (Partai Islam Indonesia).  

Fase kedua terjadi sekitar 1971 hingga 2020. Ridho mengatakan boleh jadi fase kedua masih terjadi hingga saat ini.

 “Muhammadiyah sampai detik ini tidak ada partai. Warga Muhammadiyah salurannya saat ini adalah timses,” ungkap Ridho.

Kader Muhammadiyah saat ini berdiaspora ke mana-mana dalam artian tersebar di berbagai partai politik dan turut menjadi simpatisan partai politik dengan menjadi timses. 

“Pasti Muhammadiyah tidak akan mengeluarkan pernyataan yang mendukung capres-cawapres tertentu atau mendukung parpol manapun secara resmi. Hasil Muktamar Solo 2022 menyatakan perlunya diaspora kader Muhammadiyah ke legislatif, eksekutif, dan yudikatif,” katanya.

Meskipun sedikit dilema, Ridho menegaskan agar kader Muhammadiyah tidak anti dan alergi terhadap politik. 

“Muhammadiyah akan mendorong kader-kadernya untuk terlibat dalam politik tetapi tidak menyeret Muhammadiyah ke dalam politik praktis,” tegas Ridho.

Meskipun menjadi dilema, oleh karena adanya dua Mazhab di kalangan warga perserikatan terkait hubungan Muhammadiyah dan Politik.

Dijelaskan, kata Ridho, Mazhab pertama merupakan akal skripturalis-rasional disingkat spiral. mazhab ini cenderung tidak begitu menyukai apabila Muhammadiyah terlibat dalam politik praktis dan menempatkan Muhammadiyah sebagai kelompok kepentingan atau interest group dan kekuatan moral atau moral force.

Sementara itu, mazhab lainnya yaitu akal substansialis-pragmatis disingkat supra. Orang-orang bermazhab supra memiliki ketertarikan untuk terlibat langsung dalam politik karena menurutnya perjuangan dapat dilakukan melalui jalur politik. 

“Sebagian warga Muhammadiyah menginginkan kejelasan posisinya Muhammadiyah mendukung siapa,” jelas Ridho.

Menurut Ridho, dalam konteks Pemilu 2024 Forum Dekan FISIP PTMA dapat menjadi partner untuk menggelorakan akademika FISIP.

 “Jangan alergi tapi rumuskan bersama. Kami menerima input dari bapak ibu dalam isu politik praktis dan menjelang pemilu 2024,” tutup Ridho.

Hadir dalam seminar nasional tersebut 28 Dekan FISIP yang merupakan anggota Forum Dekan FISIP PTMA seluruh Indonesia. 

0 Komentar

Posting Komentar
DMCA.com Protection Status Seedbacklink Banner BlogPartner Backlink.co.id Yusfi Wawan Sepriyadi is an Intellifluence Trusted Blogger