HARIANMERDEKA.ID-Jika kita menyimak apa yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, yang mana Presiden Joko Widodo semakin tegas dan bahkan berkali-kali menyatakan bahwa beliau tidak akan mengubah pernyataannya terkait wacana penundaan atau pengunduran jadwal pemilu yang saat ini sedang ramai diperbincangkan. Menurutnya, Jokowi sudah menyatakan tidak ingin menjadi presiden 3 periode. Itu adalah jawaban yang sama ketika isu penundaan pemilu muncul.
Namun hal itu direspon oleh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimuti Yudhoyono atau AHY yang menolak usulan Pemilu 2024 diundur. Bahkan dengan telak disebutkannya bahwa : "Sekali lagi tidak logis dan menurut saya memalukan cara berpikir seperti itu. Memain-mainkan suara rakyat, seolah-olah ini suara rakyat, rakyat yang mana?" kata beliau dalam sambutan pelantikan pengurus DPD Demokrat Riau dan Banten secara virtual, Sabtu, 26 Februari 2022.
Hal itu pun belum lagi cukup, sebab masih banyak penolakan tentang hal ini, walau terdapat pula pihak yang mendukung gagasan ini dibalik hiruk pikuk politik saat itu. Apalagi bagi kelompok yang menolak gagasan tersebut kebanyakan dari mereka memang datangnya dari oposisi yang malah sering mengkaitkan mundurnya pelaksanaan pemilu tersebut sebagai pelanggaran HAM yang langsung dihubungkan bagi tegaknya Human Right / Hak Azasi kemanusiaan di Indonesia. Pemandangan tudingan semacam ini memperuncing perdebatan bagi banyak pihak termasuk bagi kalangan rakyat bawah sekalipun.
Penyampaian segala opini serta pandangan dalam konteks kebebasan berpendapat sebenarnya sah-sah saja untuk diutarakan, apalagi bagi tegak lurusnya pelaksanaan konstitusi bernegara, namun melihat dimensi persoalan pun harus jernih untuk melihat keterkaitan lain yang sangat erat dari sisi keinginan warga negara itu sendiri. Bahwa hak masyarakat memang tidak boleh diamputasi atau dipermainkan, namun faktor kepentingan rakyat pun sama prioritasnya bagi siapapun yang berkuasa saat ini. Inilah titik pemahaman krusial yang harus dicermati ketimbang sekedar isu pengalihan kekuasaan semata.
Walau kekuasaan Jokowi berakhirnya dari masa jabatannya yang mendekati tahun 2024 mendatang, namun cara-cara berbagai pihak untuk merubah posisi UU demi mendapatkan kesempatan agar beliau dicalonkan kembali tersebut mutlak tidak dikehendaki olehnya sendiri. Hal itu dikarenakan ketaatan dan penghormatannya pada konstitusi negara itulah yang membuat beliau tidak lagi bersedia mencalonkan diri. Akan tetapi wacana kecenderungan penundaan pelaksanaan pemilu harus diakui bahwa hal itu bukan dari cawe-cawe dirinya untuk tetap berkuasa kembali.
Sebaiknya pihak oposisi atau kelompok-kelompok yang sering menyampaikan ujaran-ujaran kebencian terhadap dirinya segera menghentikan berbagai pernyataan apapun terkait sikap jokowi terhadap hal ini. Ditambah lagi, mengkait-kaitkan masalah ini yang seolah-olah ada upaya atau rekayasa dari beliau untuk secara diam-diam mengkemasnya dibalik pernyataan sebagaimana yang sering disampaikannya, tentu sengaja dilakukan demi menyudutkan dirinya agar dipahami masyarakat jika persoalan penundaan pemilu ini sebagai hambatan tegaknya HAM yang sebenarnya dirasakan jauh dari pengertian pelanggaran Hak Azasi Manusia sesungguhnya.
Kita boleh saja memiliki pandanga yang bertolak belakang dengan pendapat pemerintah bahkan melakukan pengerahan demontrasi dalam bentuk penyampaian pendapat agar mempertegas apa yang ingin disampaikan. Namun mengambil jalan fitnah dan membelakangi kebenaran adalah kemunafikan dari cara-cara yang irasional untuk membodohi masyarakat yang sebenarnya dirasakan sudah sangat cerdas. Sebaiknya pihak oposisi atau siapapun yang haus akan kekuasaan, mempersiapkan diri untuk bertarung dalam pilpres 2024 yang akan datang tanpa membawa-bawa fitnah apalagi mengupayakan politik identitas yang menjadi musuh persatuan bangsa ini.
Sebab, jika terus melakukan upaya yang sama sebagaimana pola kampanye sebelumnya, maka sesungguhnya hati nurani masyarakat akan terkonsentrasi pada kedudukan kebenaran atas nilai demokrasi itu sendiri untuk disandingkan terhadap siapa yang lebih objektif dalam menyuarakannya. Tentu saja para penghasut dan penyebar fitnah itu akan kalah dan kembali tersisih dari pilihan rakyat pada akhirnya. Disanalah kunci pertarungan politik itu harus dipahami, bahwa kemenangan Jokowi pada dua periode yang lalu, terletak pada pijakan kebaikan dan kebenaran yang dirasakan masyarakat berada pada posisi dirinya untuk dipilih.
Sebenarnya pada awal pemilihan pertama dimusim pilpres 2014 yang lalu, banyak masyarakat yang bahkan sama sekali tidak mengenal Jokowi baik dari track record atau pun sosok serta latar belakangnya, namun begitu gencarnya beliau disudutkan oleh lawan politiknya, sehingga masyarakat pun tertarik untuk melakukan pembelaan hingga ke segenap penjuru tanah air. Tentu saja pada akhirnya kemenangan menjadi miliknya pula. Oleh karenanya, mengapa lawan politiknya tidak mencermati dan mengambil pembelajaran dari hal semacam ini. Bahwa pembelaan dari rakyat tentu akan menuntun kemenangan pada siapa saja yang dikehendakinya.
Akan tetapi, betapa anehnya sekiranya ada anggapan bahwa kemenangan ini seakan-akan berasal dari jerih payah ormas Projo selaku relawan yang bersimbol kepala Jokowi tersebut. Walau dibalik kemenangan Jokowi itu, sebenarnya memang ada kontribusi Projo, namun terbilang sangatlah kecil. Bahkan dari beberapa pengerahan masanya, Projo acap kali didukung oleh partai PDIP yang mendukung mereka ketika itu. Al hasil, dimata Jokowi, seolah-olah Projo telah berjasa besar hingga mengangkat Ketua umum organisasi ini sebagai Wakil Menteri PDTT dan Transmigrasi akiba ancamannya untuk membubarkan diri yang dianggap publik menarik dukungan mereka kearah pemerintahan Jokowi.
Padahal, berdasarkan pengakuan Alifurrahman dari seaword.com, justru pihak merekalah yang sering melakukan upaya bantahan atas berbagai tudingan miring kearah Jokowi tersebut. Sontak saja informasi ini mengejutkan publik bahwa dibalik pengakuan Projo yang seolah-olah merekalah yang memenangkan jokowi, namun pembelaan atas berbagai persoalan terhadap tudingan miring kearah jokowi itu terkesan mereka biarkan begitu saja. Jika begini, sebaiknya Jokowi memahami bahwa ada apa dibalik fakta yang sebenarnya terjadi. Namun yang jelas, dugaan masyarakat sekiranya tanpa dukungan orang-orang PDIP, sesungguhnya ormas Projo memang bukan siapa-siapa.
Penulis : Andi Salim
0 Komentar