Penulis : Drs. Sakhroji, M.Pd
HARIANMERDEKA. ID-Sewaktu masih tinggal di kampung setiap bulan Agustus sering mendengar pertanyaan dari mbah mbah kita dulu, yaitu : Tong kapan tujubelasane? atau tanggal pira tujuhbelasane? (Nak kapan perayaan tujuh belas Agustus?) Dalam bahasa Jawa (Brebes) kata Tong adalah panggilan untuk anak laki..
Bagi orang yang paham bahasa Indonesia pertanyaan ini tentu dianggap menggelikan dan lucu. Tapi bagi mbah kita dulu pertanyaan itu hal yang wajar dan sudah biasa. Maklum mbah mbah kita dulu di kampung masih jarang yang bisa berbahasa Indonesia.
Perayaan Agustuan, merupakan fenomena langka yang terjadi hanya setahun sekali. Kebiasaan di desaku setiap menjelang Agustusan diadakan janggol . Apa itu janggol?.
Janggol (bahasa Brebes) artinya kerja bakti atau gotong royong. Kebiasaan Ini dilakukan menjelang tanggal 17 Agustus. Kepala desa, Carik, Bau, Bayan dan aparat desa lainnya bersama warga berkumpul melakukan janggol secara bersama-sama.
Kegiatan janggol diikuti seluruh warga baik tua maupun muda, mereka membaur bersama sama untuk bekerja sama membersihkan desanya agar terlihat bersih dan rapih Ternyata kegiatan janggol juga merupakan ajang silaturahmi antara aparat desa dengan warganya dan juga antar sesama warga yang jarang ketemu.
Giat Janggol
Mereka melakukan bersih bersih seperti jalan, gang, saluran air, dan pagar jalan dengan peralatan yang mereka bawah. Ada yang membawa cangkul, arit, sapu, pengki, ember dan lain-lain. Pendek kata pokoknya peralatan yang bisa digunakan untuk janggol
Biasanya sasaran Janggol yaitu jalan jalan kampung, gang gang, saluran air atau selokan air, pagar pinggir jalan, pepohonan yang mengganggu pandangan orang yang lewat di jalan dan lain sebagainya.
Jalan kampung dan gang-gang dibersihkan dari rumput rumput liar yang ada di kanan kiri bahu jalan dan menutup lubang yang menganga karena genangan air hujan. Saluran air dan selokan dibersihkan dari sampah menyumbat dan mengganggu aliran air. Pagar jalan baik yang terbuat dari tembok maupun bambu di labur (dicat pakai bubuk kapur yang dicairkan)
Demikian pula batang, ranting, daun yang menjuntai ketengah jalan mereka potong dan rapih kan sehingga jalan terlihat bersih, rapih dan terang. Hal lain yang tidak kalah menariknya adalah peran Ibu Ibu dan remaja putri (pemudi) . Peran inilah yang menarik dan ditunggu oleh warga yang lagi melakukan aktivitas janggol.
Apa itu? Ya, apalagi kalau bukan jaburan (konsumsi)?
Biasanya pada saat warga yang janggol sedang beristirahat maka Ibu ibu dan remaja putri (pemudi) datang membawa air minum untuk melepas kehausan bagi warga yang ikut janggol. Minuman itu terkadang kopi atau teh manis bahkan ada yang member bajigur.
.Adapun jaburanya berupa rebusaan seperti singkong, ganyong, kembili, uwi, muntul, (ubi jalar bulat berwarna putih), kacang, pisang, jagung dan sebagainya.
Pendek kata jaburan diambil dari hasil apa saja yang dimiliki warga pada saat itu yang ada dirumah atau kebon (bukan dari hasil membeli)
Selain jaburan, yang menarik bagi anak anak muda yang ikut janggol adalah hadirnya remaja putri tersebut. Ia menjadi penyemangat bagi mereka. Kehadiran mereka seolah-olah dapat menambah energi baru dalam mengikuti janggol. Apalagi remaja putri yang hadir adalah remaja putri yang ada di hatinya.
Pemandangan ini merupakan fenomena yang langka yang tidak pernah diketemukan pada hari hari biasa selain menjelang hari kemerdekaan. Bagaimanakah dengan kegiatan janggol pada saat ini? Masih adakah?
Tukar Takir
Lain warga, lain anak sekolah, Selain kegiatan Janggol dilakukan warga masyarakat, anak anak sekolah pun melakukan kegiatan yang sama yaitu bersih bersih kelas. Kegiatan anak anak sekolah malah justru dijadikan sebagai ajang lomba antar kelas.
Mereka melakukan dengan penuh semangat karena berharap bisa menjadi juara satu di sekolahnya. Selain lomba kebersihan antar kelas, kegiatan lain yang menarik adalah tukar takir.
Tukar takir adalah kegiatan yang dilakukan anak anak sekolah membawa nasi dengan segala lauk pauknya dibungkus dengan daun pisang yang berbentuk kotak segi empat. Sesampainya di sekolah takir takir tersebut diserahkan kepada Bapak atau Ibu Guru kelasnya masing-masing yang selanjutnya diletakkan di atas meja yang sudah disiapkan.
Setelah upacara bendera selesai mereka masuk ke kelasnya masing-masing duduk dengan rapih guna mendapat takir yang dibawa. Yang unik di sini adalah mereka tidak mendapat takir yang ia bawah sendiri, tapi harus ditukar dengan takir lain yang bukan miliknya.
Pengambilan dan penyerahan takir dipandu oleh Bapak atau Ibu Guru agar pembagian takir berjalan tertib. Selanjutnya setelah anak anak mendapatkan takir semua, maka dilanjutkan makan bersama sama dengan Bapak atau Ibu Guru kelasnya masing-masing dengan terlebih dahulu diawali dengan doa bersama.
Mereka kelihatan senang gembira bisa makan bareng bareng bersama teman teman satu kelasnya dan Bapak atau Ibu Gurunya. Mereka kelihatan cerah ceria dan bahagia dapat makan dari nasi hasil tukaran nasi temannya. Mungkin dalam hati mereka, berkata, enak ya kalau tiap hari bisa makan begini.
Lima Hikmah
Perhelatan Janggol dan Tukar Takir, memberikan hikmah kepada kita sebagai berikut.
1. Janggol mempererat silaturahmi antar sesama, sehingga warga merasa lebih dekat.
2. Janggol memupuk kebersamaan, kekompakan dan persaudaraan
3. Bagi aparat desa janggol dijadikan sebagai ajang untuk mengenal warganya lebih dekat lagi.
4. Tukar Takir media untuk membaurkan anak yang kaya dengan yang miskin melalui makan bersama.
5. Tukar Takirr dapat memupuk toleransi melalui cita rasa makanan (masakan orang kaya dengan orang miskin)
Alangkah indahnya jika Janggol dan Tukar Takirr masih tetap ada hingga hari ini
0 Komentar