![]() |
Presiden terpilih Prabowo Subianto |
HARIANMERDEKA.ID, Jakarta – Kondisi perekonomian Indonesia di akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Aktivis senior, Arief Poyuono, mengungkapkan bahwa beban ekonomi ini akan menjadi tantangan besar bagi pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
“Beras, gula, daging, dan BBM kita impor. Andalan ekspor kita hanya CPO (crude palm oil). Lebih parah lagi, melemahnya nilai rupiah bukan karena faktor eksternal, tetapi akibat kegagalan Jokowi mengelola hilirisasi devisa,” ujar Arief melalui akun TikTok pribadinya, Jumat (20/09), dikutip harianmerdeka.id dari RMOL.
Arief membandingkan kinerja ekonomi era Presiden Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan era Jokowi. Ia menyoroti bahwa Megawati meninggalkan cadangan devisa sebesar USD 36 miliar kepada SBY, yang kemudian berhasil meningkatkan cadangan tersebut menjadi USD 106 miliar. Sementara di era Jokowi, cadangan devisa hanya mencapai USD 140 miliar pada 2024, mencatatkan kenaikan yang dinilai jauh dari signifikan.
“Jokowi hanya menambah USD 35 miliar. Dengan kondisi ini, wajar rupiah kita rontok, karena dolar yang kita miliki terbatas,” kata Arief.
Ia juga mengkritik jumlah utang luar negeri yang melonjak drastis di era Jokowi, yang hampir mendekati Rp 8.000 triliun. Arief menilai, meski berutang besar, hasilnya tidak langsung mengalir ke dalam negeri karena mayoritas dana tersebut digunakan untuk membeli barang dari luar, seperti proyek kereta cepat yang justru lebih menguntungkan ekonomi China.
“Nah, sekarang kita yang harus bayar utang itu. Apa ini bukan sampah ekonomi yang harus dibersihkan oleh pemerintahan Pak Prabowo ke depan?” tandas Arief.
Situasi ini memperlihatkan tantangan besar bagi pemerintahan baru, yang harus menghadapi dampak ekonomi berat akibat keputusan-keputusan di era sebelumnya.(***)
0 Komentar