Halal Bihalal Keluarga Besar Komunitas Pilar Penyangga NU


(Dok Foto : Imam Muzaki)
Harian Merdeka.id,Jakarta|Dalam rangka menghayati dan mengoptimalkan upaya merajut persaudaraan sejati komunitas NU, sejumlah tokoh muda NU yang datang dari beragam latar-belakang profesi dan lintas generasi menggelar acara Halal BI Halal yang bertajuk “Merajut Persaudaraan Sejati Komunitas NU” yang diinisiasi oleh Keluarga Besar Arubusman & Partners Law Ofiice dan Komunitas Pilar Penyangga NU.

Acara dihadiri oleh sederet nama-nama besar seperti, mantan Sekjend PBNU era Gus Dur, dan Ketua KMA, KH. Ahmad Bagja, Syahrul Arubusman, SH, MH (Pemrakarsa acara), Bambang Hernawan, SH, MS.i (Tokoh utama aktifis 98/ketua panitia), Dedi Cahyady, SH (Pakar & praktisi hukum), Rohim Pati (budayawan), Bambang Dirgantoro, S.IP, MS.i (Pengamat Intelejen), Dr. Amsar Dulmanan (Dosen UNISIA), KH. Heri Haryanto Azumi (Sekretaris Rois Aam PBNU/Sekjend. MDHW), KH. Hamid Umma Kaffah (Sekretaris Tanfidziyah PWNU Maluku), Wahab Taloahu, S.IP (mantan aktifis 98/mantan komisaris PT. Semen Tonasa), Priyatno, ST (Arsitek 98), Ricky Wijaya, SH (Pengamat hukum militer), Indra Gunawan, SH (praktisi hukum pidana/Dekot Jakarta Barat), Eny mARYATI, SH (Dosen UNIJA/Notaris/ mantan aktifis 98), Tuti Lailasari, S.IP, SE, MESy (Manager Law Firm/mantan aktifis 98), Fahri (mantan Ketum Cabang PMII JakTim) dan sederet nama lainnya. Turut hadir pula Intelektual Muda NU dan Direktur Eksekutif LKSB, Abdul Ghopur.


KH. Ahmad Bagja dalam sambutannya mengatakan bahwa orang-orang NU khususnya kader-kader PMII yang telah masuk struktur dan manjadi pengurus NU dari ranting sampai pusat tentunya punya andil dan peran besar terhadap keberlangsungan organisasi tertua dan terbesar di dunia tersebut.
Tentunya dengan bekal ilmu dan pengalaman organisatoris hasil gemblengan di PMII dan pengalaman di dunia praktisinya masing-masing, para kader-kader muda NU dari unsur PMII akan mampu mengembangkan dan lebih memajukan lagi organisasi keulamaan ini ke kancah nasional bahkan dunia dengan prestasi-prestasi serta bakti dan buktinya pada kesejahteraan manusia.

Ia, menambahkan, semua itu akan mungkin terwujud apabila di dada masing-masing kader PMII yang telah menjadi pengurus NU memiliki Visi (mimpi besar) tentang sebuah kemajuan dan memulainya dari diri sendiri.

Disinggung masalah jatah dalam jabatan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, KH. Ahmad Bagja berseloroh, “kader NU, kader PMII tak perlu mengemis jabatan. Sebab, NU itu organisasi besar, bahkan sangat besar, dan itu diakui langsung oleh orang-orang dan organisasi di luar NU. Kalau perlu kita puasa selama lima tahun, gak usak ambisi kekuasaan. Sudah pasti orang di luar NU pasti butuh kita, terutama kalangan minoritas. Bukan karena kita sok sok an, tapi memang begitu adanya dan karena kita punya modal sosial yang teramat besar dan berani berdarah-darah untuk keutuhan bangsa, NKRI harga mati!” tuturnya.


Dalam kesempatan itu pula, Sekretaris Rois Aam PBNU, Ca’ Heri, demikian sapaan akrabnya, menyatakan bahwa kader-kader muda NU yang lahir dari hasil gemblengan PMII sudah barang tentu memiliki kesempatan besar membangun NU dengan segudang pengalaman dan profesi yang tengah diembannya saat ini. Masalah jabatan pada pemerintahan Jokowi-Ma’ruf ke depan kader muda NU tak perlu risau, sebab, pemerintahan pada era Jokowi-Ma’ruf kali ini memberi isyarat dan peluang besar pada kader-kader muda NU untuk mengabdikan segenap tenaga, pikiran dan kelimuan yang dimiliki kader-kader muda NU. Intinya, kader muda NU sangat siap mengemban amanat mulia membangun NU dan bangsa, khususnya di dalam pemerintahan, karena selain memiliki kapasitas juga sangat berintegritas. 

Dalam kesempatan yang sama di acara itu, Bung Ghopur sapaan akrabnya Intelektual muda NU, selaku host acara menyampaikan pentingnya para tokoh-tokoh NU untuk lebih memikirkan bagaimana NU ke depan menjelang seabad umurnya. Terutama dalam dunia pendidikan nasional yang selama ini menurutnya kurang berpihak pada ajara-ajaran NU (Ahlussunnah Waljama’ah an-Nahdliyyah) bahkan kerap menyudutkan ajaran-ajaran NU sebagai organisasi yang tak terhitung lagi jasanya terhadap kemerdekaan dan keberlangungan NKRI.



Sebab, menurutnya, maju atau mundurnya sebuah bangsa terletak pada bagaimana pemerintah mengelola sistem pendidikan nasionalnya. Kalau sistem pendidikan nasionalnya tidak berpihak pada orang-orang kecil atau miskin dan tidak memiliki karakter pembebesan dari cara berpikir kolonial dan feodal, maka bangsa itu pasti akan mengalami kemunduran yang luar biasa. Akibatnya, akan memengaruhi lini kehidupan berbangsa dan bernegara lainnya secara negatif.

“Dulu para pendiri bangsa susah-payah melawan penjajah terutama melawan pikiran dan sikap feodalisme bangsa-bangsa penjajah Indonesia, agar bangsa ini memiliki martabat kemanusiaannya secara utuh. Ini kok sekarang model pendidikan nasional kita malah menjauhi karakter pembebasannya dengan model-model yang aneh meski terlihat modern tapi sesungguhnya jauh mundur ke belakang, bahkan jauh sebelum era kemerdekaan” tutur Ghopur.

[Red/GpImz] 
HarianMerdeka Network mendukung program manajemen reputasi melalui publikasi press release untuk institusi, organisasi dan merek/brand produk. Manajemen reputasi juga penting bagi kalangan birokrat, politisi, pengusaha, selebriti dan tokoh publik.Kirim lewat WA Center: 085951756703
DMCA.com Protection Status