KKN, KPK dan Halunya Reformasi


HARIANMERDEKA.ID|Miris melihat betapa KPK sekarang diobok obok dengan regulasi yang terkesan terus melemahkannya dan beberapa karyawannya dihinakan dengan pernyataan tidak punya wawasan kebangsaan dengan tidak lolos dalam sebuah test. Padahal mereka merupakan Pahlawan dan Membidani  serta membuat KPK menjadi satu Lembaga Hukum yang ditakuti para koruptor saat ini.


Asal usul didirikannya KPK merupakan semangat  reformasi dari tahun 1998 lalu untuk membuat badan  khusus yang independen dan terlepas dari sistem tata Negara yang konvensional sebagaimana lembaga hukum Negara lainnya untuk memberantas KKN. Selanjutnya lahirlah UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, serta UU Nomor 31 Tahun 1999.


Secara legalitas KPK berdiri berdasarkan UU No 20 Tahun 2001 sebagai pengganti sekaligus pelengkap UU Nomor 31 Tahun 1999.


Selanjutnya pada 27 Desember 2002 dikeluarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dengan lahirnya KPK ini  maka pemberantasan korupsi  atau KKN di Indonesia mengalami babak baru.  


Kita semua sepakat bahwa perang melawan korupsi harus tetap berkobar dengan semangat yang menyala-nyala dan tanpa intervensi dari pihak manapun. Untuk itu keberadaan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus berdiri kokoh dan independen dalam menjaga negeri ini dari musuh bangsanya sendiri yaitu para koruptor yang telah mencuri uang rakyat untuk memperkaya dirinya sendiri atau pun juga memperkaya orang lain dan golongannya.


Agar eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi  di negeri ini tidak rapuh maka diperlukan orang-orang terbaik dari negeri ini yang memiliki integritas dan kredibilitas dalam menegakkan keadilan untuk melawan dan terus memburu para koruptor yang hingga detik ini seperti tiada jeranya. Para koruptor seperti kata pepatah “patah tumbuh hilang berganti”. Mereka adalah orang orang pilihan yang diambil dari berbagai lembaga Negara yang ada dan dididik khusus dalam pemberantasan korupsi.


Sudah ratusan politikus papan atas dan juga ratusan kepala daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) yang terjerat KPK dalam melakukan kegiatan pemberantasan korupsi sejak KPK berdiri. Malah tercatat banyak juga para menteri yang merupakan pembantu Presiden, dipaksa tinggal di hotel prodeo untuk mempertanggungjawabkan kebusukan dan syahwat korupsi mereka.


Tercata ada 12 menetri yang telah tertangkap oleh KPK sampai saat ini dan umumnya mereka terbukti secarah sah melakukannya, walau ada juga kesannya kesalahan prosedur, mereka adalah :  Rokhmin Dahuri, Achmad Sujudi, Hari Sabarno, Bachtiar Chamsyah, Siti Fadilah Supari, Andi Mallarangeng,  Suryadharma Ali, Jero Wacik, Era Joko Widodo,  Idrus Marham,  Imam Nahrawi, Edhy Prabowo, dan  Julianri Batubara.


Dari urutan menetri diatas, ada dua nama menteri terakhir jumlah yang dikorupsi sangat fantastis dan harusnya mendapat gelar raja koruptor saat ini, yaitu bisa mencapai  100 trilyun. Dan mereka justru adalah kader dari dua partai besar saat ini, yaitu dari partai Gerindra dan Patai PDIP.


Sayangnya dalam memproses dua menteri terakhir diatas dan banyaknya badan usaha atau lembaga keuangan milik Negara yang juga sedang banyak kasus korupsinya, justru sekarang KPK dilemahkan dan diobok obok dengan regulasi yang tidak ada hubungannya dengan pemberantas korupsi. Salah satu regulasinya yang sedang hangat saat ini adalah alih fungsi pengawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).


Regulasi ini kelihatan memang ditujukan untuk menjadikan karyawan KPK yang selama ini hanya berstatus karyawan KPK biasa sehingga indepensinya terhadap pemberantasan korupsi menjadi kuat dan kokoh dari campur tangan lembaga lain,  justru harus tunduk kepada atasan sesuai sistem kepegawain ASN.


Hal ini tentu saja akan mengurangi status independensi mereka dalam melakukan Penyidikan dan Penyelidikan kasus korupsi dilingkungan pemerintahan. 


Alih alih membuat kokoh KPK, saat ini justru timbul kontroversi bahwa Regulasi KPK yang yang baru adalah menon aktifkan 75 karyawan KPK yang dianggap tidak lolos test wawasan kebangsaan melalui keputusan pimpinan KPK yang baru, dengan  No. 652/2021.


Kenyataannya ke 75 karyawan KPK tersebut sekarang sedang menangani kasus besar terkait korupsi bantuan sosial untuk rakyat miskin (Bansos) Covid 19 oleh mantan menteri sosial Jualiari Peter Batubara, yang menurut kasatgas di KPK, Novel Baswedan, bisa mencapai 100 trilyun..


Juga diketahui pula bawah ke 75 orang itu dikenal sebagai sosok sosok yang berintergritas dan berdedikasi tinggi pada pemberantasan korupsi. Selain Novel baswedan diatas , juga ada karyawan yang telah menerima penghargaan terhormat dari Negara yaitu Sujarnarko yang menerima penghargaan Satyalancana Wira Karya.


Benar apa yang di ungkapakan banyak tokoh nasional bahwa pelemahan KPK sudah dimulai sejak Jokowi mengirim Surat Presiden ke DPR RI untuk merevisi UU KPK. Setelah itu, terjadi sejumlah peristiwa memperlemah KPK  secara perlahan , ditambah lagi adanya beberapa kasus besar yang melibat pejabat tinggi dan politisi utama di negeri ini yang menimbun dana untuk kepentingan agenda politik di 2024 nanti.


Hal ini diungkapkan oleh  mantan Komisioner KPK, Busyro Muqoddas yang  menduga adanya agenda politik 2024 di balik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menjadi salah satu syarat alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). 


_"Saya menduga kuat ada kekuatan pemodal yang bekerja sama dengan elite oligarki politik yang mau berlaga di 2024,"_ kata Busyro, kepada Republika, Jumat (28/5).


Menurut Busyro, satu-satunya lembaga yang tegas menghalangi tindak tanduk para mafia tambang hanyalah pegawai KPK. Dan, setelah UU KPK direvisi, KPK kehilangan independensi termasuk di antaranya dalam hal Koordinasi dan Supervisi Pertambangan Mineral dan Batu Bara.


_"Dalam UU KPK, kewenangan KPK menangani memang sudah diamputasi secara institusi dan Presiden juga turut di dalamnya. Namun nyatanya para pegawai KPK bisa kerja dengan baik,"_ ujar Busyro melanjutkan pendapatnya.  


Terlepas dari semua argumentasi diatas, jelas bahwa cita cita dari reformasi tahun 1998 untuk menghilangkan KKN dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini kembali mendapatkan jalan terjal.  Justru saat ini KKN makin marak dan makin merajalela dengan adanyanya bagi bagi jabatan untuk para pendukung pemerintahan, seperti adanya mantan pecandu narkoba dan artis yang tiba tiba saja diangkat menjadi komisaris di BUMN.   


Saat ini terkesan bahwa ada mantan narapidana, mantan pecandu narkoba, orang yang cacat moral berdasarkan kode etik justru dimuliakan, sedangkan Pahlawan KKN yang berjuang dalam penegakan pemberantasan korupsi justru dibinasakan karirnya dan dipecat dengan cara dihinakan sebagai orang yang anti Pancasila dan tidak punya Wawasan Kebangsaan.


Penulis : HG Sultan Adil Ketua FKMI (Forum Komunikasi Muslim Indonesia)



0 Komentar

Posting Komentar
HarianMerdeka Network mendukung program manajemen reputasi melalui publikasi press release untuk institusi, organisasi dan merek/brand produk. Manajemen reputasi juga penting bagi kalangan birokrat, politisi, pengusaha, selebriti dan tokoh publik.Kirim lewat WA Center: 085951756703
DMCA.com Protection Status