![]() |
| Gambar : Ilustrasi internal di tubuh PBMU (Ai) |
HARIANMERDEKA.ID,Jakarta-Pengamat politik dan kebijakan publik, Saidiman Ahmad, menilai langkah-langkah yang ditempuh kelompok penentang Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf justru berbalik menjadi blunder dan melemahkan posisi mereka sendiri. Penilaian tersebut disampaikan Saidiman melalui akun Twitter/X pribadinya @Saidiman , Selasa (24/12).
Blunder Kelompok Anti-Yahya Staquf
— Saidiman Ahmad (@saidiman) December 24, 2025
Apakah kekisruhan elit NU ini adalah prakondisi muktamar? Skenarionya adalah mendegradasi wibawa ketua umum, Yahya Chalil Staquf, sebagai figur yang bermasalah secara moral. Dengan memakai stempel lembaga spiritual organisasi, skenario ini… pic.twitter.com/93phNiz0Ix
Menurut Saidiman, kekisruhan di tingkat elite Nahdlatul Ulama (NU) diduga merupakan bagian dari skenario menuju Muktamar, dengan tujuan mendegradasi wibawa Ketua Umum PBNU melalui narasi persoalan moral. Upaya tersebut, kata dia, diarahkan untuk melemahkan posisi Yahya Staquf di hadapan para muktamirin maupun muktamirout.
Ia menjelaskan, meskipun kelompok anti-Yahya berhasil mendorong terbitnya surat pemberhentian dan menunjuk pimpinan sementara melalui keputusan lembaga Syuriah, reaksi publik NU justru cenderung negatif. Sejumlah tokoh kunci kultural NU dan para kiai sepuh turun tangan dengan membawa satu narasi utama, yakni ishlah atau rekonsiliasi.
“Narasi ishlah itu persis dengan yang dibangun pendukung Yahya Staquf. Akibatnya, kubu Yahya dan para sepuh NU berada dalam satu napas,” tulis Saidiman.
Dalam pertarungan simbolik, lanjutnya, kelompok penentang memang mengklaim dukungan Syuriah sebagai lembaga tertinggi NU. Namun, dukungan para kiai sepuh dan kuatnya narasi ishlah dinilai mampu mengimbangi bahkan mengungguli posisi kelompok anti-Yahya, mengingat karakter Nahdliyyin yang cenderung menghindari konflik terbuka.
Saidiman juga menyoroti sejumlah kesalahan strategis yang dilakukan kelompok penentang, mulai dari pemilihan lokasi rapat pleno di Hotel Sultan yang dihadiri sejumlah pejabat negara, hingga kontrasnya langkah Yahya Staquf yang justru menggalang solidaritas para kiai di pesantren-pesantren besar seperti Tebuireng, Ploso, dan Lirboyo.
“Situasi ini membentuk persepsi kuat di kalangan warga NU: pertarungan antara kelompok yang dekat dengan kekuasaan melawan kelompok santri yang didukung para kiai,” ujarnya.
Blunder lainnya, menurut Saidiman, adalah tampilnya Rais Aam untuk menjelaskan keputusan Syuriah melalui kanal CNN Indonesia, media yang sebelumnya menuai kritik warga NU karena tayangan yang dinilai melecehkan kiai dan pesantren. Langkah tersebut dinilai memperjelas jarak antara kelompok penentang dengan basis kultural NU.
Hingga kini, kata Saidiman, belum ada kesimpulan akhir dari konflik internal NU yang telah menjadi perhatian publik dalam dua bulan terakhir. Namun secara sementara, posisi Yahya Staquf dinilai lebih mudah diterima warga NU karena mengedepankan persatuan, berbeda dengan kelompok penentang yang dinilai berorientasi pada upaya menjatuhkan ketua umum. (*).
