![]() |
| Slamet Riyadi, S.H., M.H Advokat dan Konsultan Hukum Bento Law Office |
HARIANMERDEKA.ID, Brebes – Pemekaran Kabupaten Brebes kembali menjadi sorotan. Calon Daerah Otonom Baru (CDOB) Brebes Selatan telah memenuhi semua syarat hukum dan administratif, namun keputusan Pemda Brebes dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah masih tertahan.
Advokat sekaligus Konsultan Hukum Bento Law Office, Slamet Riyadi, S.H., M.H., menegaskan bahwa pemekaran wilayah bukan urusan rakyat harus gedor pintu DPRD atau gubernur, melainkan kewajiban Pemda induk.
“Undang-undang jelas. Pemisahan dan penggabungan wilayah adalah kewenangan pemerintah, bukan tekanan publik,” tegas Slamet kepada HarianMerdeka, Sabtu (20/12).
Menurut Slamet, UU 23/2014 Pasal 33–43 telah mengatur pemekaran, penggabungan, dan penataan wilayah. Pemda induk wajib mengambil inisiatif, sementara rakyat hanya menyalurkan aspirasi secara sah melalui musyawarah desa/kecamatan, persetujuan BPD, dan surat dukungan Kepala Desa.
CDOB Brebes Selatan telah memenuhi tiga syarat utama:
1. Administratif: Persetujuan DPRD, kepala daerah induk, dan dokumen kajian wilayah.
2. Teknis: Kemampuan ekonomi, kependudukan, sosial budaya, dan pertahanan.
3. Fisik Kewilayahan: Minimal 5 kecamatan, calon ibu kota, serta sarana prasarana pemerintahan.
“Semua syarat sudah lengkap. Jika masih ditunda, masalahnya bukan hukum, tapi kemauan politik,” kata Bento sapan akrabnya .
Sikap pasif Pemda Brebes dan Pemprov Jawa Tengah, menurut Slamet, memperpanjang ketimpangan wilayah dan lambannya pelayanan publik.
“Daerah lain berhasil dimekarkan karena pemerintahnya berani. Diam hanya menunjukkan penghindaran tanggung jawab,” tambahnya.
Pemekaran Brebes Selatan bukan sekadar wacana politik, tapi keharusan sejarah dan pembangunan. Keputusan sekarang sepenuhnya berada di tangan Pemda Brebes dan Pemprov Jawa Tengah. (Yws).
